Tuesday, October 19, 2010

Karst Citatah Terancam Hilang



Sekitar 70 persen alam di kawasan karst Citatah Kabupaten Bandung Barat diperkirakan berada dalam kondisi rusak. Hal ini terjadi karena eksploitasi yang tidak terkendali. Pentingnya keberadaan karst ini mengharuskan pemerintah memberikan perhatian serius terhadap keberadaannya.

“Sekarang kondisinya sudah hancur-hancuran. Dari sekitar 20 kilometer panjang karst Citatah, yang tersisa dalam kondisi baik hanya sekitar 30 persen saja,” kata anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung T. Bachtiar seusai pengibaran bendera merah putih di tepi tebing Pabeasan Kp. Pamucatan, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (20/5).

Berkaitan dengan keberadaan karst Citatah, Bachtiar mengemukakan, bentang alam ini memiliki setidaknya dua fungsi, yaitu fungsi pendidikan dan fungsi lingkungan. Sebagai wahana belajar, karst yang diduga telah terbentuk sejak 30 juta tahun lalu ini menyimpan berbagai sumber pengetahuan yang bisa dipelajari. Sementara dari sisi lingkungan, keberadaannya berpengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.

Namun di sisi lain, penambangan kapur secara liar dan tidak terkendali membuat keberadaan karst Citatah makin terkikis. Masyarakat sekitar menjadikannya sebagai mata pencaharian yang berlangsung turun temurun. Persoalan regulasi merupakan hal mendasar untuk mengendalikannya. Padahal dia menilai, pemerintah memiliki fungsi kontrol dalam melestarikan keberadaan karst Citatah. “Pemerintah seharusnya membuat zonasi tertentu, agar penambangan bisa terkendali

Kita sudah lama teriak karena kuatir tidak bisa melakukan pemanjatan di tebing-tebing di kawasan Citatah karena kalah cepat dengan ekskavator pengumpul batu marmer, teriakan dilakukan juga oleh para pecinta goa dan geolog yang tahu bahwa Bandung di masa purba adalah danau, so Citatah adalah kawasan pemukiman manusia sunda purba di tepian sebuah danau purba nan luas. Dan kemarin teriakan itu diformalkan menjadi Deklarasi Citatah, yang isinya menyatakan bahwa Kawasan Karst Citatah wajib dilindungi! Ikut menandatandatangani Deklarasi Citatah antara lain Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Wakil Bupati Kabupaten Bandung Ernawan Natasaputra serta para stakeholder lainnya termasuk Federasi Panjat Tebing Indonesia.

Semoga aja Deklarasi itu membuat para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan sadar, bahwa anak-cucu kita lebih membutuhkan tebing-tebing itu dibandingkan kita saat ini yang menukarnya dengan duit. Sebetulnya siapa sih yang telah menggadaikan tebing-tebing dan tanah-tanah itu ke para pemilik modal? Ah, mungkin mereka telah mati, atau telah mati hati.

Dengan Deklarasi Citatah itu telah membesarkan lagi harapan kita bahwa para pemanjat akan masih bisa memanjat jalur-jalur pemanjatan di tebing-tebing yang ada di kawasan karst Citatah, paling tidak sampai sebulan ke depan, tapi entah kalau sampai akhir tahun ini apalagi sampai akhir regim pemerintahan ini. Semoga masih ada.

Deklarasi Citatah akan segera bergaung ke seluruh penjuru negri (seperti Deklarasi Bandung 1955) yang juga punya ancaman sejenis yaitu kalahnya penggiat panjat tebing dan pecinta lingkungan oleh para pengusaha batu marmer atau batu kapur atau batu lainnya.

Watch On Youtube Click Here


Berita lengkap tentang Deklatasi Citatah

Untuk Melindungi Aset Keilmuan dan Lingkungan
Moratorium Kawasan Citatah


Pemecahan masalah yang kompleks di kawasan karst Citatah (atau biasa juga disebut karst Rajamandala) mutlak memerlukan komitmen dari semua pihak. Persoalan yang ada di kawasan tersebut tidak hanya perlindungan aset keilmuan dan lingkungan, tetapi juga hajat hidup orang banyak.

Pernyataan sikap sejumlah kalangan untuk melindungi kawasan ini ditunjukkan dengan penandatanganan "Deklarasi Citatah" dalam Seminar Pelestarian Kawasan Karst Citatah di Aula Redaksi Pikiran Rakyat, Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung, Kamis (10/6).

Deklarasi tersebut ditandatangani Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Wakil Bupati Bandung Barat Ernawan Natasaputra, perwakilan kedinasan dari tingkat Pemprov Jabar dan Pemkab Bandung Barat, serta sejumlah elemen masyarakat pencinta alam. Intinya, dalam deklarasi itu sejumlah pihak yang hadir sepakat bahwa kawasan karst Citatah merupakan kawasan yang harus dilindungi karena menyimpan nilai keilmuan, kebudayaan, dan lingkungan.

Dalam kesempatan itu, Wagub Jabar Dede Yusuf melontarkan wacana moratorium, yaitu pengkajian kembali izin usaha pertambangan yang saat ini berlangsung di sepanjang karst Citatah. Hal itu bertujuan mengerem laju kerusakan di kawasan karst yang ditengarai sudah terbentuk sekitar 30 juta tahun lalu ini.

"Kami lakukan upaya bersama, salah satunya moratorium untuk mengevaluasi kembali kebijakan izin yang sudah dikeluarkan karena masih ada penambangan yang berlanjut. Ada beberapa izin yang masih dilaksanakan dan ada yang sudah dihentikan. Kami akan kaji ulang semua izin. Kalau masih ada izin untuk menambang lebih baik dihentikan dulu karena terkait dengan banyak kepentingan," katanya.

Dede menambahkan, ada tahap-tahap untuk membenahi kawasan karst Citatah. Pertama, perlu adanya pembinaan dan sosialisasi terhadap pengembang. Selain itu, diadakan pemantauan serta pengawasan di lapangan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kedua, organisasi perangkat daerah (OPD) yang terkait agar terus melakukan pembicaraan dengan masyarakat dan penambang. Ketiga, melakukan penegakan hukum kepada PNS yang terlibat, dengan memberi sanksi apabila yang bersangkutan terkait dengan penambangan karst Citatah.

Berdasarkan data Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten Bandung Barat, saat ini terdapat lima perusahaan yang memiliki izin untuk melakukan usaha pertambangan di kawasan ini. Sementara tiga belas izin usaha yang diajukan tahun ini, belum bisa disikapi karena menunggu pembahasan karst Citatah ini selesai.

Berkaitan dengan pentingnya kawasan Citatah, Wakil Bupati Bandung Barat Ernawan Natasaputra mengemukakan, pemanfaatan kawasan karst Citatah tidak harus mengorbankan kepentingan lingkungan dan keilmuan. Kendati tidak menyebutkan angka pasti, dia menilai kontribusi kegiatan pertambangan di karst Citatah bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Bandung Barat tidak sebanding dengan aspek lingkungan. "Angka PAD-nya tidak sebanding dengan kerusakan alamnya," ujar Ernawan.

Masterplan

Kepala Subbidang Mitigasi Bencana Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, Tulus Sibuea mengatakan, saat ini masterplan untuk kawasan Citatah tengah dalam penggodokan. Pihak ketiga, konsultan, menjadi pelaksana penyusunan masterplan ini. Namun, kerangka rancangannya tetap mengakomodasi sejumlah kalangan.

Belum bisa dipastikan bagaimana cakupan masterplan ini, termasuk berapa besar luas wilayah yang masuk ke dalamnya. Namun, Tulus memastikan, kerangka rancangan ini akan bersifat menyeluruh, meliputi berbagai aspek kemasyarakatan yang ada di wilayah ini. Keberadaan masterplan ini kemudian akan menjadi rujukan bagi sejumlah kalangan untuk mengambil kebijakan.

Selama penyusunan masterplan berlangsung, menurut dia, kerusakan alam yang terjadi akibat kegiatan pertambangan tidak bisa dibiarkan. Moratorium adalah salah satu upaya yang memungkinkan. "Moratorium tidak berkaitan dengan masterplan. Moratorium lebih merupakan tindakan preventif terhadap laju kerusakan yang ditimbulkan," katanya.

Pentingnya keberadaan masterplan juga dikemukakan Sekretaris Jenderal Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), Sujatmiko. Dia mengatakan, masterplan kawasan karst Citatah harus dibuat berdasarkan fungsi yang ada. "Misalnya untuk daerah panjat tebing, untuk latihan militer, dan pemanfaatan sektor pariwisata. Bersama ESDM Provinsi Jabar, BPLHD Jabar, KRCB, dan Kab. Bandung Barat, kami membuat masterplan ini," katanya.

Sementara itu, antropolog dari Universitas Padjadjaran Kusnaka Adimihardja menilai, saat ini kunci pengelolaan karst berada di tangan pemerintah sebagai penentu kebijakan. Alasannya, persoalan serta aspirasi seputar kawasan ini telah berlangsung sejak lama. "Yang terpenting komitmen pemerintah, bagaimana menyikapi masukan yang ada dalam kajian mengenai kawasan ini. Masukan sudah banyak, tinggal menunggu realisasinya," ujar Kusnaka.

No comments:

Post a Comment