Thursday, December 27, 2007

Wisata Tebing Terjal Terancam


Wisata Tebing Terjal Terancam

CITATAH merupakan koridor Kota Bandung dari arah barat. Deretan perbukitan hutan yang hijau dengan variasi tebing-tebing tinggi yang menjulang. Panorama perbukitan Citatah sangat unik dan indah untuk dinikmati bila kita berkendaraan jalur lintas selatan dari dan menuju Bandung.

Tebing-tebing di Citatah sendiri banyak mengandung sumber daya alam nonhayati, seperti batu gamping, garmer, tras dan andesit. Tapi lebih dari itu, yang menarik adalah tebing Citatah merupakan saksi bisu lahirnya olah raga panjat tebing di Indonesia.

Sampai dengan saat ini, ada 3 tebing di Citatah yang biasa digunakan oleh para pemanjat tebing, yaitu Gunung Panganten (Tebing 90), Gunung Manik (Tebing 48), dan Gunung Pabean (Tebing 125). Konon pemberian nomor pada setiap tebing itu karena didasarkan pada ketinggiannya dari atas permukaan tanah. Dan Tebing 125 merupakan tempat yang paling sering digunakan.

Adalah Hary Suliztiarto, orang pertama yang melakukan pemanjatan di Tebing 125 pada tahun 1976, menggunakan tali nilon dengan dibelay oleh pembantunya. Baru setelah itu (1977 dan 1978), Tebing 125 mulai dicumbui para pemanjat.

Dalam kurun waktu itulah, olah raga Panjat Tebing mulai berkembang di Indonesia. Sejumlah nama pemanjat terkenal lahir di sini, seperti Mamay Salim, Djati Pranoto, Sandy Faboanto (alm.), Tedi Ixdiana, dll.

Prestasi Tebing 125, pernah menjulang ketika dipakai untuk adu kemampuan pemanjat terbaik Indonesia yaitu Mamay Salim dan Djati Pranoto melawan pemanjat Prancis, JB Trbout, Gorrine Labrune, dan Patrick Berhauld.

Seiring berjalannya waktu, olah raga Panjat Tebing mulai banyak diminati oleh para kawula muda. Setiap hari libur, seperti Sabtu dan Minggu, atau hari-hari biasa Tebing 125 selalu dipakai berlatih oleh para pemanjat pemula maupun pemanjat ahli dari Bandung, Jakarta, dan sekitarnya.

Berlokasi tidak jauh sekira 100 meter dari jalan raya Padalarang, Tebing 125 mudah dicapai kurang lebih 1 jam berkendaraan dari Bandung atau 3 jam dari Jakarta.

Kompleks tebing ini cukup luas dan lebar. Ada sekira 10 jalur pemanjatan ke puncak yang tersedia dan sudah terpasang runner (kait pengaman). Jalur pemanjatannya juga beragam, mulai dari yang tingkat kesulitannya rendah hingga tingkat kesulitan tinggi.

Para pemanjat dapat sesuka hati memilih jalur pemanjatan menuju puncak tebing. Atau jika hendak ke puncak tebing tanpa harus memanjat, ada setapak di balik tebing yang mengarah ke sana.

Sampai di puncak, bentang alam yang memukau, terhampar di depan mata. Di kejauhan tampak deretan perbukitan seakan sebuah mahkota hijau.

Sementara itu di bawah, barisan mobil terlihat melaju perlahan di atas jalan yang meliuk-liuk, seperti mainan. Pemukiman penduduk dan pabrik-pabrik pengolahan kapur yang berbanjar seakan rangkaian miniatur. Tapi yang menarik lagi, di tengah Tebing 125, kira-kira 50 meter dari atas permukaan tanah, terdapat Gua.

Konon gua tersebut adalah peninggalan zaman prasejarah sama seperti Gua Pawon di Gunung Panganten. Gua ini cukup luas dan bisa dicapai dengan cara di panjat atau melalui jalan setapak. Tidak jarang para pemanjat atau pengunjung biasa tertarik untuk bermalam di dalam gua atau sekadar beristirahat di mulut gua sambil menikmati indahnya panorama.

Melihat intensitas kunjungan para penggiat olah raga panjat tebing ke kompleks tebing-tebing di Citatah, terutama Tebing 125. Tentunya Tebing Citatah layak dijadikan sebagai potensi wisata terutama wisata alam dan olah raga di Jawa Barat.

Apalagi jenis wisata olah raga dewasa ini mulai banyak diminati. Sekadar melirik ke negara tetangga seperti Thailand dan Cina. Mereka sudah lebih dulu mengembangkan serta menjadikan aset alam mereka dalam hal ini tebing sebagai tempat tujuan wisata.

Bagaimana mereka membangun dan mengelola fasilitas umum, seperti toilet, taman, bahkan penginapan serta berbagai sarana penunjang lainnya di kompleks tebing.

Sarana-sarana seperti itu mutlak diperlukan. Pastinya untuk memberikan kemudahan dan menjadi daya tarik pengunjung. Walaupun untuk memasuki kawasan itu setiap pengunjung atau pemanjat akan dipungut tiket masuk, tetapi apa yang didapat tentunya setimpal dengan apa yang mereka bayar.

Sampai saat ini, tampaknya Tebing 125 kurang dikelola secara baik. Tidak ada investor maupun pihak yang berwenang berminat dan peduli mengembangkan serta melestarikan kompleks tebing 125 menjadi tempat wisata seperti di Thailand dan Cina.

Pengelolaan serta pemanfaatan area di sekitar tebing 125, lebih banyak dilakukan oleh para aktivitas panjat tebing sendiri. Salah satu contoh seperti yang dilakukan Perguruan Panjat Tebing Skygers, yaitu menggandeng perhimpunan pencinta alam universitas atau umum dan Dakibu Kopassus, dengan melakukan penanaman bibit pohon serta membuat saung sederhana di sekitar kompleks Tebing 125.

Ada satu kekhawatiran ketika para investor dan pihak yang berwenang justru lebih tertarik untuk mengekploitasi sumber daya alam nonhayati tebing Citatah.

Jika ini terus berlangsung, perlahan tebing Citatah akan hilang. Dan kita tidak akan melihat lagi tebing-tebing yang dulu menjulang tinggi dan sarat prestasi itu. Para pemanjat akhirnya kehilangan tempat bermainnya yang asli.


di sadur ulang dari tulisan MEIKI W. PAENDONG


No comments:

Post a Comment